Senin, 28 Februari 2011

askep Epilepsi

A. konsep Teory

I.  Pengertian

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007). 
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf
otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)

II. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagianbesara belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
 
III. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat
pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-jutaneron. Pada hakekatnya tugas
neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik sarafyang berhubungan satu dengan yang
lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine
dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-
butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan
epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-
neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang
yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain
pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang
selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian
akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
 
 IV. Tanda dan Gejala
1.     Kejang umum
a.  Tonik gejala kontraksi otot, tungkai dan siku berlangsung kurang lebih 20 detik, dengan ditandai leher dan punggung melengkung, jeritan epilepsi selama kurang lebih 60 detik.
b. Klonik gejala spasmus fleksi berselang, relaksasi, hipertensi berlangsung kurang lebih 40 detik, dengan ditandai midriasis, takikardi, hiperhidrosis, hipersalivasi.
c.  Pasca serangan gejala aktivitas otot terhenti ditandai dengan penderita sadar kembali, nyeri otot dan sakit kepala, penderita tertidur 1 sampai 2 jam.
2 .  Jenis parsial
(1). Sederhana dengan tidak terdapat gangguan kesadaran
(2). Complex dengan gangguan kesadaran.

V. Jenis dan Klasifikasi
  1. Grand mal (tonik klonik) Ditandai dengan gangguan penglihatan dan pendengaran, hilang kesadaran, tonus otot meningkat fleksi maupun ekstensi, sentakan kejang klonik, lidah dapat tergigit, hipertensi, takikardi, berkeringat, dilatasi pupil, dan hipersalivasi, kemudian setelah serangan pasien dapat tertidur 1-2 jam, penderita lupa, mengantuk,dan bingung. 
  2. Petit Mall Kehilangan kesadaran sesaat, penderita dapat melamun, apa yang akan dikerjakan klien akan terhenti, penderita lemah namun tidak sampai terjatuh
  3. .Infatile spasme Terjadi pada usia 3 bulan sampai 2 tahun, kejang fleksor pada ekstermitas dan kepala, kejang terjadi hanya beberapa detik dan berulang, sebagian besar penderita terjadi retardasi mental. 
  4. Focal Terbagi atas tiga jenis : 
  •  Focal motor yaitu Lesi pada lobus frontal. 
  • Focal sensorik yaitu lesi pada lobus parietal. 
  • Focal psikomotor yaitu disfungsi lobus temporal
VI. Pemeriksa penunjang
  1. Pemeriksaan laboratorium  seperti pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi. 
  2. Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform discharge atau (epileptiform activity), misalnya spike sharp wave, spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal). 
  3. Pemeriksa Radiologi. Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya. Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran otak. Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma dan hematoma.
B. Asuhan keperawatan
Sumber teoritis yang ada pada klien epilepsi, didapatkan pengkajian berdasarkan dari sumber (Doenges, 2000).

1. Pengkajian
        a.  Aktivitas dan istirahat
       Gejala yaitu keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas yang ditimbulkan oleh diri sendiri atau orang lain.
Tanda yaitu perubahan tonus, kekuatan otot, gerakan involunter,  kontraksi otot atau sekumpulan otot.
             b. Sirkulasi.
       Gejala yaitu iktal : hipertensi (tekanan darah tinggi), peningkatan nadi, sianosis, tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
c. Integritas ego.
              Gejala yaitu stressor eksternal atau internal yang berhubungan keadaan dan atau penanganan peka rangsang, perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya, perubahan dalam berhubungan.Ditandai dengan pelebaran rentang respon emosional.
d. Eliminasi.
              Gejala yaitu inkontinesia, ditandai dengan iktal : peningkatan tekanan kandung kemih, dan tonus sfingter, postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia baik urine maupun fekal.
e. Makanan dan cairan.
             Gejalanya yaitu sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang. Ditandai dengan kerusakan jaringan lunak dan gigi (cedera selama kejang).
f. Neurosensori
              Gejalanya yaitu riwayat sakit kepala, kejang berulang, pingsan, pusing dan memliki riwayat trauma kepala, anoksia, infeksi cerebral, adanya aura (rangsangan audiovisiual,auditorius, area halusinogenik). Ditandai dengan kelemahan otot, paralisis, kejang umum, kejang parsial (kompleks), kejang parsial (sederhana).
g. Nyeri dan kenyamanan
              Gejalanya yaitu sakit kepala, nyeri otot, nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal. Ditandai dengan sikap atau tingkah laku yang hati-hati, distraksi, perubahan tonus otot.
h. Pernafasan.
              Gejalanya yaitu fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan cepat dan dangkal, peningkatan sekresi mucus, fase postiktal apnea.
i. Keamanan
              Gejalanya yaitu riwayat terjatuh, fraktur, adanya alergi. Ditandai dengan trauma pada jaringan lunak, ekimosis, penurunan kesadaran, kekuatan tonus otot secara menyeluruh.
j. Interaksi sosial
              Gejalanya yaitu terdapat masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosialnya melakukan pembatasan, penghindaran terhadap kontak sosial.
k. Penyuluhan dan pembelajaran.
              Gejalanya yaitu adanya riwayat epilepsi pada keluarga, penggunaan obat maupun ketergantungan obat termasuk alkohol.

2. Diagnosis keperawatan
           Diagnosa yang didapat berdasarkan sumber dari
           (Doenges, 2000)
  a. Resiko tinggi terhadap trauma dan henti nafas berhubungan  dengan perubahan kesadaran, kelemahan, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil.
  b. Gangguan harga diri,identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol, ditandai ketakutan, dan kurang kooperatif tindakan medis.
   c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi informasi, kurang mengingat.

3. Perencanaan keperawatan
           Perencanaan yang didapatkan berdasarkan sumber dari (Doenges, 2000)
          a. Resiko tinggi terhadap trauma dan henti nafas berhubungan  dengan perubahan kesadaran, kelemahan, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil.
 1).  kaji pencetus munculnya kejang pada pasien
            Tujuannya yaitu serangan kejang terkontrol
            Rasionalnya yaitu alkohol, berbagai obat, dan stimulasi lain    (kurang tidur, lampu yang terang, menonton televisi terlalu lama), dapat meningkatkan aktivitas otak yang selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya kejang.
  2). Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur    yang terpasang dengan posisi tempat tidur rendah.
            Rasionalnya yaitu  mengurangi trauma saat kejang.
       3). Awasi aktivitas klien setelah kejang terjadi
               Rasionalnya yaitu meningkatkan keamanan pasien
         4). Catat tipe dari aktivitas kejang pasien seperti lokasi, durasi,     motorik, penurunan kesadaran, inkontinensia.
            Rasionalnya yaitu membantu untuk melokalisasi daerah otak yang terkena.
b . Bersihan jalan nafas dan pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan nuromuskuler obstruksi trakeobronkial.
1)        Anjurkan klien melepas penggunaan benda-benda dari dalm mulut, contoh gigi palu dan lainnya.
Rasionalnya yaitu menurunkan resiko aspirasi atau masuknya  benda asing ke faring.
2).  Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang terjadi.
       Rasionalnya yaitu meningkatkan aliran drainase secret, mencegah lidah jatuh, dan menyumbat jalan nafas.
3).  Lepaskan pakaian pada bagian leher, dada dan abdomen klien.
       Rasionalnya yaitu untuk membantu usaha bernafas klien.
4).  Masukkan spatel lidah kedalam mulut klien
       Rasionalnya yaitu untuk mencegah tergigitnya lidah dan membantu melakukan peghisapan lender, dan membantu membuka jalan nafas.
5) . Lakukan suction sesuai indikasi
       Rasionalnya yaitu menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia.
6).   Kolaborasi dalam pemberian tambahan oksigen
       Rasionalnya yaitu dapat menurunkan hipoksia serebral, akibat dari menurunnya oksigen akibat spasme vaskuler selama kejang.
c.   Gangguan harga diri,identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol, ditandai ketakutan, dan kurang kooperatif tindakan medis.
1).  Kaji perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang dilakukan terhadap pasien.
       Rasionalnya yaitu reaksi yang ada diantara individu dan pegetahuan merupaka awal dari penerimaan klien terhadap tindakan medis.
2).  Identifikasi dan antisipasi kemungkinan reaksi orang lain pada keadaan penyakitnya.
       Rasionalnya yaitu memberikan kesempatan untuk berespon pada proses pemecahan masalah dan memberikan kontrol terhadap situasi.
3). Kaji respon pasien terhadap keberhasilan yang diperoleh, atau yang akan dicapainya dari kekuatan yang dimilikinya.
       Rasionalnya yaitu memfokuskan pada aspek positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau kesadaran terhadap diri sendiri dan pasien menerima penanganan terhadapnya.
4).  Diskusikan rujukan kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat.
       Rasionalnya yaitu kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan pasien, orang terdekat, akibat mungkin munculnya stigma dari masyarakat.
d.   Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi informasi, kurang mengingat.
1).  Kaji tingkat pengetahuan pasien terhadap jenis penyakitnya
Rasionalnya yaitu mengetahui sebatas kemampuan klien dalam memahami jenis penyakitnya agar lebih kooperatif akan pemahaman klien pentingnya pencegahan,pengobatan dan sebagainya.
2).  Jelaskan kembali mengenai patofisiologi atau prognosis penyakit, pengobatan, serta penenganan dalam jangka waktu panjang sesuai prosedur.
       Rasionalnya yaitu memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit yang diderita.
3).  Tinjau kembali obat-obatan, dosis, petunjuk, serta penghentian penggunaan obat-obatan sesuai instruksi dokter.
       Rasionalnya yaitu akan menambah pemahaman klien terhadap kondisi kesehatan yang diderita.
4). Diskusikan manfaat dari keehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat yang cukup, serta latihan olah raga yang sedang dan teratur, serta hindari makanan adan minuman yang mengandung zat yang berbahaya.

4. Pelaksanaan keperawatan
       Merupakan komponen dari proses keperawatan (Potter & Perry, 2005) adalah kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang di perlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang di perkirakan dari asuhan keperawatan di lakukan dan di selesaikan. Sudut pandang teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. Sebagai contoh, implementasi segera diperlukan ketika perawat mengidentifikasi kebutuhan klien yang mendesak, dalam situasi seperti henti jantung, kematian mendadak dari orang yang dicintai, atau kehilangan rumah akibat kebakaran.

5. Evaluasi
       Evaluasi merupakan proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2005). Evaluasi terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnose keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien dan membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan.

6. Dokumentasi keperawatan
            Merupakan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan, salah satu contoh meliputi catatan hasil pengkajian, perencanaan, serta hasil implementasi dari terapi keperawatan, medis, mandiri, yang telah dilakukan terhadap klien, merupakan suatu bukti bagi individu yang berwenang, baik itu dari sudut pandang tanggung jawab perawatan pasien dan dari sudut pandang hukum (Potter & Perry, 2005).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar