Rabu, 30 Maret 2011

ASKEP PADA KLIEN HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik.

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.

Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.

B. Klasifikasi
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :

a. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
b. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
c. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
d. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
e. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

C. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

D. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.

Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

E. Tanda dan Gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.

Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.

b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.

d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

F. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :

a. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.

Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.

Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.

Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).

Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.

Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman / tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

c. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :

1. Dimensi Fisik

Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.

4. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

5. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.

d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.

f. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri

G. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan
dengan halusinasi.
b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

H. Intervensi
a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan
dengan halusinasi
Tujuan : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara verbal.
2. Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi, cara memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi pasien untuk digunakan
3. Pasien dapat menggunakan keluarga pasien untuk mengontrol halusinasi dengan cara sering berinteraksi dengan keluarga.

Intervensi :
a. Bina Hubungan saling percaya
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati
d. Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap (waktu disesuaikan dengan kondisi klien).
e. Observasi tingkah laku : verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi.
f. Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan menggambarkan
tingkah laku halusinasi.
g. Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi.
h. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat
alami halusinasi.
g. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang
mengalami halusinasi.
h. Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi
i. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara memutuskan halusinasi yang sesuai dengan klien.
j. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
k. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami
halusinasi.
l. Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol
halusinasi.
m. Bantu klien menggunakan obat secara benar.

b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan : Klien mampu mengontrol halusinasinya
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat dan mau berjabat tangan.
2. Pasien mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk bersama.
3. Pasien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri.
4. Pasien mau berhubungan dengan orang lain.
5. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara bertahap dengan keluarga

Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Buat kontrak dengan klien.
c. Lakukan perkenalan.
d. Panggil nama kesukaan.
e. Ajak pasien bercakap-cakap dengan ramah.
f. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab pasien tidak mau bergaul/menarik diri.
g. Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta yang mungkin jadi penyebab.
h. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan.
i. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan.
j. Perlahan-lahan serta pasien dalam kegiatan ruangan dengan melalui
tahap-tahap yang ditentukan.
k. Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai.
l. Anjurkan pasien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari berhubungan.
m. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan pasien mengisi waktunya.
n. Motivasi pasien dalam mengikuti aktivitas ruangan.
o. Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan.
p. Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan
keluarga.
q. Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab
dan car a keluarga menghadapi.
r. Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi.
s. Anjurkan anggota keluarga pasien secara rutin menengok pasien minimal
sekali seminggu.

c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan : Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan
2. Pasien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan
3. Pasien mampu memulai mengevaluasi diri
4. pasien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai dengan
kemampuan yang ada pada dirinya
5. Pasien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai
dengan rencanan

Intervensi :
a. Dorong pasien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada
dirinya dari segi fisik.
b. Diskusikan dengan pasien tentang harapan-harapannya.
c. Diskusikan dengan pasien keterampilannya yang menonjol selama di
rumah dan di rumah sakit.
d. Berikan pujian.
e. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pasien
f. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh pasien.
g. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi pasien.
h. Bersama pasien identifikasi stressor dan bagaimana penialian pasien
terhadap stressor.
i. Jelaskan bahwa keyakinan pasien terhadap stressor mempengaruhi
pikiran dan perilakunya.
j. Bersama pasien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak
realistic.
k. Bersama pasien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki
l. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok.
m. Diskusikan koping adaptif dan maladaptif.
n. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptive.
o. Bantu pasien untuk mengerti bahwa hanya pasien yang dapat merubah
dirinya bukan orang lain
p. Dorong pasien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri
(bukan perawat).
q. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan / tujuannya.
r. Bantu pasien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang diharapkan.
s. Dorong pasien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang
sesuai potensi yang ada pada dirinya.



DAFTAR PUSTAKA
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. Keperawatan Jiwa. Teori
dan Tindakan Keperawatan Jiwa, , 2000
Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, EGC,
, 1995
Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, , 1987
Maramis, W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga Universitas Press, , 1990
Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga, CV.
Sagung Seto, , 2001.
Residen Bagian Psikiatri UCLA, Buku Saku Psikiatri, EGC, 1997
Stuart & Sunden, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, EGC, , 1998

ASKEP KECEMASAN

Pengertian


Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang melakukan tindakan untuk mengatasi ancaman.
Kecemasan berkaitan dengan perasaan tidak pasti /tidak berdaya, keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik

Ganggguan panik dialami lebih kurang 1,7% dari populasi orang dewasa. Angka kejadian sepanjang hidup gangguan panik dilaporkan 1,5% sampai 5%, sedangkan serangan panik sebanyak 3% sampai 5,6%.
Gangguan panik sering berlansung menahun, sangat bervariasi pada tiap individu. Dalam jangka panjang, 30% - 40% penderita tidak lagi mengalami serangan panik, 50% mengalami gejala ringan sehingga tidak mempengaruhi kehidupannya, sedangkan sisanya masih mengalami gejala yang bermakna (Elvira, 2008).

Pengertian Menurut Para Ahli
1.Sigmound Freud menyatakan bahwa ketegangan atau kecemasan yang terjadi pada diri individu tanpa tujuan atau objek, tidak disadari dan berkaitan dengan kehilangan self image.
2. Sulivan menyatakan bahwa kecemasan timbul karena adanya ancaman terhadap self esteem oleh orang terdekat. Pada orang dewasa kecemasan terjadi bila pretige dan dignity diri terancam oleh orang lain.
3. Pepleu menyatakan bahwa kecemasan dapat mempengaruhi hubungan interpersonal. Disamping itu kecemasan merupakan respon terhadap bahaya yang tidak diketahui dan terjadi bila ada hambatan pemenuhan kebutuhan.

Berbeda dengan ketakutan (fear),
Ketakutan merupakan angan-angan seseorang terhadap sumber yang jelas, atau objek dimana dimana orang tersebut dapat mengidentifikasi dan menjelaskan objek tersebut. Ketakutan melibatkan penafsiran intelektual dari stimulus yang mengancam, sedangkan kecemasan melibatkan respon emosional terhadap penafsiran.

Kriteria Serangan panik, obsesi dan kompulsi

Panik

Palpitasi, jantung berdenyut keras
Berkeringat
Gemetar atau goyah
Merasa tersedak
Nyeri dada
Mual
Merasa pening
- Ketakutan kehilangan kendali diri
- Ketakutan mati
- Perestesia (semutan)

OBSESI
Pikiran , impuls atau bayangan berulang dan menetap
Pikiran, impuls dengan kekhawatiran yang berlebihan
Individu berupaya menekan pikiran-pikiran irasional
Individu mengenali pikiran obsesi

KOMPULSIF
Perilaku berulang (seperti mencuci tangan ) atau aksi mental (misalnya berdoa, menghitung, menggumam kata tanpa terdengar) sehingga individu merasa terdorong untuk melakukan respons terhadap obsesi

Managemen Keperawatan

1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi ( penyebab cemas menurut beberapa teori) :
Menurut teori psikoanalisa
Kecemasan disebabkan oleh karena ego tidak dapat menengahi 2 elemen ( id - Superego ) yang bertentangan, tibulnya konflik dikarenakan 2 elemen kepribadian antara id dan superego bertentangan.
Teori Interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan. Cemas berhubungan dengan pengalaman masa lalu seperti perpisahan, kelemahan fisik.

Teori Perilaku
Kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari /mengurangi kepedihan.

Teori eksistensial Kecemasan adalah respon seseorang terhadap kehampaan eksistensi dan arti. Konsep inti teori eksistensi adalah bahwa seseorang menjadi menyadari adanya kehampaan yang menonjol didalam dirinya.

Teori Biologi Dalam tubuh manusia ada zat kimiawi yang disebut neurotransmiter yang fungsinya sebagai reseptor seperti: (katekolamin, sirotonin, Asetilkolin, Gamma Amino Buteric Acid). Pada orang cemas terjadi peningkatan dopamin, nor-adrenalin serta sirotonin.

b. Faktor presipitasi ( stresor pencetus )
1) Ancaman terhadap integritas ( ketidakamampuan fisiologi).
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang yang membahayakan identitas seperti fungsi sosial, harga diri

c. Perilaku
Cemas dapat diekspresikan secara langsung seperti perubahan fisiologis tubuh dan perilaku itu sendiri, atau dalam kondisi tak langsung seperti mekanisme koping.

d. Mekanisme Koping
Ketidakmampuan mengatasi stres secara konstruksi menyebabkan terjadinya perilaku patologis. Pola yang cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi cemas apabila cemas itu sudah berat / menghebat. Cemas ringan sering di atasi tanpa pemikira. Dua jenis mekanisme koping : Orientasi tugas dan orientasi ego

e. Sumber Koping
a. Modal Ekonomi
b. Dukungan Sosial
c. Kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah
d. Mengadopsi strategi koping dari orang lain yang berhasil
e. Kayakinan /kepercayaan yang berasal dari budaya atau nilai-nilai dalam masyarakat

Tanda gejala ansietas
Pasien datang ke pelayanan kesehatan atau ke psikiatri biasanya mengeluh trias-ansietas,yaitu ;
1) rasa cemas hari depan tak menentu,
2) over aktifitas, dan
3) perasaan tegang dan takut.

f. Masalah keperawatan
1. Pola pernafasan in-efekif
2. Koping individu, in-efektif
3. Kerusakan komunikasi verbal
4. Ansietas
5. Ketidakberdayaan
6. Ketakutan

g. Diagnose Keperawatan :
a. Cemas tingkat berat/Panik
b. Cemas sedang

a. Cemas Berat/panik
1) Tujuan yang diharapakan :
Klien terlindung dari bahaya
Klien dapat menyesuaikan dengan lingkungan barunya
Klien dapat mengikuti aktifitas yang telah dijadwalkan
Klien dapat mengalami kesembuhan dengan berkurangnya tanda gejala

b. Rencana tindakan keperawatan
1. Lindungi klien dari bahaya
Bina hubungan terapeutik : terima terlebih dahulu kehendaknya dan beri dukungan klien dari pada melawan
Kenalkan realitas nyeri yang berhubungan dengan mekanisme koping Jangan fokuskan pada fobia, ritual atau keluhan fisik.
Beri umpan balik tentang : perilaku stress, penilaian stresor dan sumber koping
Perkuat ide bahwa kesehatan fisik Berhubungan dengan kesehatan emosi
Kemudian mulailah membuat batasan perilaku mal-adaptif klien dengan cara mendukung

2. Modifikasi lingkungan yang dapat mengurangi
kecemasan
Lakukan cara yang tenang kepada klien
Kurangi stimulasi lingkungan
Batasi interaksi pasien dengan orang lain, untuk meminimalkan menularnya cemas pada orang lain.
Identifikasi dan modifikasi situasi yang mempengaruhi kecemasan
Berikan tindakan yang dapat mendukung fisik, seperti; mandi hangat, massage.

3. Dorong klien melakukan aktifitas yang telah dijadwalkan
Dukung klien untuk beraktifitas dengan berbagi kegiatan seperti membersihkan ruangan, merawat taman selanjutnya berikan penguatan perilaku produktif secara social
Berikan beberapa jenis latihan fisik seperti; senam, relaksasi.
Bersama-sama klien untuk membuat jadwal kegiatan
Libatkan keluarga atau sismtem pendukung lainnya yang memungkinkan

4. Kolaborasi pemberian obat-obat anti ansietas untuk menurunkan gejal-gejala cemas berat
Kolaborasi pemberian obat anti ansietas,
Amati efek samping obat

b. Cemas tingkat sedang
1) Tujuan Umum
Klien dapat mengidentifikasi perasaan cemas
Klien dapat mengenali penyebab cemas
Klien dapat menguraikan respon koping adaptif dan mal-adaptif
Klien dapat melaksanakan 2 respon adaptif untuk mengatasi cemas

b. Rencana tindakan keperawatan
1. Identifikasi perasaan cemas
Bina hubungan saling percaya
Bantu klien mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya
Monitor adakah kesesuaian perilaku dengan perasaan
Validasi pasien tentang perasaan cemasnya semua perubahan dari asumsi yang ada
Gunakan pertanyaan terbuka , kaitkan perilaku klien dengan perasaan klien
Lakukan konfrontasi suportif secara bijaksana. (jika perlu)

2. Kenali penyebab kecemasan klien
Bantu klien untuk menggambarkan situasi dan interaksi yang mendahului cemas
Tinjau penilaian klien terhadap; stresor; nilai-nilai yang terancam; timbulnya konflik
Hubungkan pengalaman klien sekarang dengan masa lalu

3. Dorong klien untuk menguraikan cara koping adaptif
Gali bagaimana klien mengatasi cemas dimasa lalu dan bagaimana tindakan yang dilakukan
Tunjukan efek distruktif dari koping mal-adaptif
Dorong klien untuk melakukan koping adaptif yang efektif
Beri tanggung jawab klien
Bantu klien menilai kembali : nilai, sifat dan arti stressor
Diskusikan dengan klien manfaat manfaat berhubungan dan akibat kita tidak berhubungan

4. Bantu klien melakukan 2 respon adaptif untuk mengatasi cemas
Bantu klien mengidentifikasi cara untuk membangun kembali : pikiran positif; perilaku adaptif, penggunaan sumber-sumer koping, dan menguji respon koping yang baru
Beri dorongan untuk melakukan aktifitas fisik dalam menyalurkan energi
Libatkan orang terdekat sebagai sumber koping/dukungan social
Ajarkan latihan relaksasi untuk meningkatkan pengendalian diri, relevansi diri serta mengurangi stress.

PELAKSANAAN
Pelaksanaan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan

1. Evaluasi Subyektif
a) Klien merasa nyaman dalam menjalani perawatan
b) Klien secara bertahap dapat menerima dirinya
2. Evaluasi Objektif
Klien berubah perilakunya , tidak tampak ada gejala marah atau agresif
Klien dapat memulai percakapan

Prognosis hipertensi

Usia, ras, jenis kelamin, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, hiperkolesterole-mia, intoleransi glukosa dan berat badan, semuanya mempengaruhi prognosis dari penyakit hipertensi esensial pada lansia. Semakin muda seseorang terdiagnosis hipertensi pertama kali, maka semakin buruk perjalanan penyakitnya apalagi bila tidak ditangani (Fauci AS et al, 1998).
Di Amerika serikat, ras kulit hitam mempunyai angka morbiditas dan mortalitas empat kali lebih besar dari pada ras kulit putih. Prevalensi hipertensi pada wanita pre-menopause tampaknya lebih sedikit dari pada laki-laki dan wanita yang telah menopause. Adanya faktor resiko independen (seperti hiperkolesterolemia, intoleransi glukosa dan kebiasaan merokok) yang mempercepat proses aterosklerosis meningkatkan angka mortalitas hipertensi dengan tidak memperhatikan usia, ras dan jenis kelamin (Fauci AS et al, 1998).
Faktor Resiko yang Mempengaruhi Prognosis Hipertensi
Faktor Resiko Utama
Hipertensi
Perokok
Obesitas (indeks massa tubuh > 30)
Kurang aktivitas
Dislipidemia
Diabetes mellitus
Mikroalbuminuria atau GFR < 60 mL/menit
Usia (>55 tahun untuk pria; >65 tahun untuk wanita)
Riwayat keluarga mengidap penyakit kardiovaskular premature (pria <55 tahun atau wanita 65 tahun)
Kerusakan Target Organ
Jantung
Hipertrofi ventrikel kiri
Angina atau myocard infark
Gagal jantung
Otak
Stroke atau TIA
Penyakit ginjal kronik
Penyakit arteri perifer
Retinopati 


DAFTAR PUSTAKA
Applegate WB (2002). High blood pressure treatment in the elderly. Clinics in Geriatric Medicine, 8: 103-117.
Coope J, Warrender TS (1996). Randomised trial of treatment of hypertension in elderly patients in primary care. BMJ; 293: 1145-1151.
Curb JD, Pressel SL, Cutler JA, Savage PJ, Applegate WB, Black H, et al (1999). Effect of diuretic-based antihypertensive treatment on cardiovascular disease risk in older diabetic patients with isolated systolic hypertension. JAMA. 276:1886-92
Fauci AS, Brauwald E, Isselbacher KJ et al (1998). Harrison’s Principles of Internal Medicine. Mc Graw Hill, New York, 1380-4.

Senin, 28 Maret 2011

status mental pada kejiwaan

Gangguan Jiwa

ISTILAH-ISTILAH GANGGUAN JIWA

A. STATUS MENTAL

1. Aktivitas motorik :

  • Agitasi : Gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan.
  • Tik : Gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang tidak terkontrol.
  • Grimasen : Gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol klien.
  • Tremor : Jari-jari yang tampak gemetar ketika klien menjulurkan tangan dan merentangkan jari-jari.
  • Kompulsif : Kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan seperti berulangkali mencuci tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan dsb.

2. Alam Perasaan
  •  Sedih : Perasaan sedih
  • Gembira : Perasaan gembira atau senang.
  • Ketakutan : Takut terhadap sesuatu dan objeknya yang ditakuti sudah jelas.
  • Khawatir : Objeknya belum jelas.
3. Afek dan Emosi
  • Afek : Nada atau perasaan menyenangkan atau tidak yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama serta kurang disertai komponen fisiologik.
  • Emosi : Manifestasi afek keluar dan disertai banyak komponen fisiologik.
  • Depresi : Komponen psikologik misalnya sedih, rasa tidak berguna, susah, gagal, kehilangan,dll. Dan komponen somatic misalnya anorexia, konstipasi, lembab,dll.
  • Eforia : Rasa riang, gembira berlebihan, tidak sesuai keadaan.
  • Anbedonia : Ketidakmampuan merasakan kesenangan, tidak timbul perasaan senang dengan aktivitas yang biasanya menyenangkan.
  • Datar : Tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan.
  • Tumpul : Hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.
  • Labil : Emosi yang cepat berubah-ubah.
4. Tidak sesuai : Emosi yang idak sesuai atau bertentangan dengan stimulus yang ada.

5. Interaksi selama wawancara
  • Kontak mata kurang : Tidak mau menatap lawan bicara.
  • Defensif : Selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
  • Curiga : Menunjukkan sikap/perasaan tidak percaya pada orang lain.
A. GANGGUAN PERSEPSI
  1. Halusinasi adalah Kesalahan persepsi tentang sesuatu yang tidak ada objeknya.
          Jenis-jenis Halusinasi :
  • Halusinasi Penglihatan
Pengertian :
Dikatakteristikkan dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometric, gambar kartun dan atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
  • Halusinasi Pendengaran
Pengertian :
Dikarakteristikkan dengan mendengar suara, terutama suara-suara orang, biasanya klien mendengan suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
  • Halusinasi Penciuman
Pengertian :
Dikarakteristikkan dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti darah, urine, atau feces. Kadang-kadang tercium bau harum. Biasanya berhubungan dengan penyakit stroke, tumor, kejang dan dementia.
  • Halusinasi Pengecap
Pengertian :
Dikarakteristikkan dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan
  • Halusinasi Peraba
Pengertian :
Mengalami nyeri atau ketidajnyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Dikarakteristikkan dengan adanya rasa sakit atau tidak enak. Contoh merasakan sensasi listrik dating dari tanah, benda mati atau orang lain.
  • Halusinasi Kinestetik
Pengertian : Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
  •  Halusinasi Viseral
Pengertian : Halusinasi alat tubuh bagian dalam yang seolah-olah ada perasaan tertentu yang timbul di tubuh bagian dalam misalnya lambung seperti ditusuk-tusuk jarum.
  • Halusinasi Hipnagogik
Pengertian :
Persepsi sensorik bekerja yang salah terdapat pada orang normal, terjadi tepat sebelum bangun tidur (menjelang masuk tidur).
  •  Halusinasi Hipnopompik
Pengertian : Halusinasi yang terjadi menjelang bangun tidur. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal.
  • Halusinasi Histerik
Pengertian :
Halusinasi yang timbul pada neurosis histerik karena konflik emosi.
    2.  I l u s i
Pengertian :
Sebuah kondisi yang mempersepsikan berbeda terhadap sebuah objek, misalnya menyaksikan permainan sulap, kita sedang mengalami ilusi. Dimana hal tersebut merupakan suatu persepsi yang salah/interpretasi terhadap stimulus eksternal yang nyata.
    3.  Depersonalisas
Pengertian :
Merupakan suatu persepsi subjektif bahwa orang-orang disekitarnya berubah asing atau aneh. Ditandai dengan perasaan terpisah yang lama atau berulang dari tubuh atau proses mental seseorang dan oleh perasaan di luar peninjau pada kehidupan seseorang.
Gejalanya adalah perasaan gelisah dan depresi, seringkali terjadi setelah seseorang mengalami bahaya yang mengancam jiwa, seperti kecelakaan, bencana, penyerangan, dll.
    4.   Derealisasi
Pengertian : Persepsi subjektif bahwa lingkungan berubah aneh/tidak nyata.
 Depersonalisasi dan derealisasi dimana penderita mengalami perasaan tidak nyata, merasa terpisah dari diri sendiri baik secara fisik maupun mental. Penderita merasa seperti mengamati dirinya sendiri, seolah olah mereka sedang menonton diri mereka dalam sebuah film, penderita tidak merasa mendiami tubuh mereka sendiri dan menganggap dirinya sebagai orang asing atau tidak nyata.
B. GANGGUAN BERPIKIR

1. Proses Pikir
  • Sirkumstansial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan.
  • Tangensial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai tujuan.
  • Asosiasi Longgar : Pembicaraan tidak ada hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya, dan klien tidak menyadarinya.
  • Flight of Ideas : Pembicaraan yang meloncat dari satu topic ke topic lainnya,masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan.
  • Bloking : Pembicaraaan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal kemudian dilanjutkan kembali.
  • Perseverasi : Pembicaraan yang diulang berkali-kali.
  • Inkoherensi : Gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimatpun sulit ditangkap maknanya.
  • Neologisme : Bentuk kata baru yang sulit dipahami maknanya.
  • Irrelevansi : Isi pikiran/jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan.
  • Verbigerasi : Pengulangan kata tanpa tujuan.
2.Bentuk Pikir
  • Dereistik : Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses mental individu dan pengalaman yang sedang terjadi.
  • Otistik : Hidup dalam alam pikiran sendiri.
  • Non Realistik : Sama sekali tidak berdasar pada kenyataan.
3. Isi Pikir
  • Obsesi : Pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha menghilangkannya.
  • Phobia : Ketakutan yang patologis/tidak logis terhadap objek/situasi tertentu.
  • Hipokondria : Keyakinan terhadap adanya gangguan organ dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada.
  • Depersonalisasi : Perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang atau lingkungan.
  • Ide yang terkait : Keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi, lingkungan yang bermakna dan terkait pada irinya.
  • Pikiran Magis : Keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-hal yang mustahil/diluar kemampuannya.
  • Logoria : Banyak bicara, kata-kata yang dikeluarkan bertubi-tubi, mungkin koheren dan inkoheren.
  • Kecepatan Bicara : Mengutarakan pikiran mungkin cepat/lambat sekali.
  • Preokupasi : Pikiran terpaku pada sebuah ide saja, yang berhubungan dengan keadaan yang bernada emosional yang kuat
  • Pikiran tidak : Pikiran eksentrik, tidak cocok dengan banyak hal terutama dalam
Memadai(inadekuat) pergaulan dan pekerjaan.
  • Pikiran bunuh diri : Mulai dari kadang memikirkan sampai terus menerus memikirkan bagaimana cara bunuh diri
  • Kegembiraan Luar : Timbul mengambang pada orang normal selama fase permulaan narkose.
  • Fantasi : Isi pikir tentang kejadian/keadaan yang diharapkan/diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata.
  • Pikiran hubungan : Pembicaraan orang lain dihubungkan dengan dirinya, misalnya teman pakai baju merah dianggap marah pada dirinya.
  • Pikiran Isolasi : Rasa terisolasi, tersekat, terpencil, rasa ditolak social.
  • Pikiran rendah diri : Merendahkan, menyalahkan dirinya.
  • Waham :
Agama : Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan secara berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Somatik : Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya dan dikatakan secara berulang yang tidak sesuai engan kenyataan.
Kebesaran : Klien mempunyai keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuannya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
Curiga : Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau sekelompok yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan.
  • Nihilstik : Klienyakin bahwa dirinya sudah tidak ada didunia/meninggal yang dinyatakan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
  • Waham yang Bizar :
Sisip Pikir : Klien yakin ada ide pikiran orang lain yang disisipkan didalam pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan.
Siar Pikir : Klien yakin bahwa orang lain tahu apa yang dia pikirkan walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan.
Kontrol Pikir : Klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.

C. TINGKAT KESADARAN

1. Kesadaran Menurun
  • Apatis : Mulai mengantuk, acuh terhadap rangsangan, perlu rangsang lebih kuat untuk menarik perhatian.
  • Somnolen : Sudah mengantuk dan rangsang lebih keras lagi untuk menarik perhatian’
  • Sopor : Hanya berespon engan rangsang yang keras, ingatan, orientasi, pertimbangan hilang.
  • Koma/subkoma :tidak berespon terhadap rangsang nyeri sama sekali.
2. Kesadaran Meninggi
  • Adalah keadaan denganrespon meninggi terhadap rangsangan.
3. Hipnosa
  • Adalah kesadaran sengaja dirubah menurun/menyempit, hanya terima rangsang dari sumber tertentu melalui sugesti, akhirnya timbul amnesia.
4. Disosiasi
  • Trans : Kesadaran tanpa reaksi yang jelas terhadap lingkungan, biasanya mulai mendadak, bengong, melamun missal kuda kepang, upacara adat.
  • Senjakala Histerik : Kehilangan ingatan atas dasar psikologik, terjadi pada waktu tertentu dan biasanya selektif.
  • Fugue : Periode penurunan kesadaran dengan pelarian secara fisik dari keadaan yang banyak menimbulkan stress, tetapi mempertahankan kebiasaan/keterampilan.
  • Serangan Histerik : Penampilan emosional yang jelas dengan unsure tarik perhatian dan kelihatannya tidak ada kontak dengan lingkungan.
5. Kesadaran Berubah
  • Kesadaran berubah : Tidak normal, tidak menurun, bukan disosiasi, tapi kemampuan mengadakan hubungan dan pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan.
  • Gangguan perhatian : Tidak mampu memusatkan perhatian pada satu hal, lamanya pusat perhatian berkurang, daya konsentrasi terganggu.
6. Gangguan Ingatan
  • Amnesia : Tidak mampu mengingat pengalaman, sebagian atau total, secara retrograde/anterograde.
  • Paramnesia : Ingatan yang keliru karena distorsi pemanggilan kembali:
  • Dejavu : seperti pernah melihat/mengalami sesuatu padahal tidak.
  • Jamaisvu : seperti belum pernah melihat/mengalami sesuatu, sebenarnya sudah.
  • Fausse reconnaissance : pengenalan kembali yang keliru, merasa benar padahal keliru.
  • Konfabulasi : Secara tidak sadar mengisi lubang-lubang dalam ingatannya dengan cerita yang tidak sesuai dengan kenyataan akan tetapi dipercayai.
  • Hipermnesia : penahanan dalam ingatan dan pemanggilan kembali yang berlebihan.
  • Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara sadar/tidak.
  • Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan-gerakan yang diulang, anggota tubuh klien dpt dikatakan dalam sikap canggung dan dipertahankan klien, tetapi mengerti semua yang terjadi dilingkungan.
D. MEMORI
  1. Gangguan daya ingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan
  2. Gangguan daya ingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi dalam minggu terakhir.
  3. Gangguan daya ingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
  4. Konfabulasi : pembicaraan yang tidak sesuai engan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya.
E. Tingkat konsentrasi berhitung
  1. Mudah dialihkan : Perhatian klien mudah berganti dari satu objek ke objek lainnya.
  2. Tidak mampu berkonsentrasi : Klien selalu minta agar pertanyaan diulang/tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan.
  3. Tidak mampu berhitung : Tidak dapat melakukan penambahan/pengurangan pada benda-benda nyata.
F. Kemampuan Penilaian
  1. Gangguan kemampuan penilaian ringan : dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain.
  2. Gangguan kemampuan penilaian bermakna : tidak mampu mengambil keputusan walupun dibantu orang lain.
G. Daya tilik diri
  1. Mengingkari penyakit yang diderita : tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik, emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu pertolongan.
  2. Menyalahkan hal-hal di luar dirinya : menyalahkan orang lain/lingkungan yang menyebabkan kondisi saat orang lain/lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini.
Sedasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan agen-agen farmakologik untuk menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan kecemasan tanpa kehilangan komunikasi verbal.
The American Society of Anesthesiologists menggunakan definisi berikut untuk sedasi :
Sedasi minimal adalah suatu keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien berespon normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu, tetapi fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak dipengaruhi.
Sedasi sedang (sedasi sadar) adalah suatu keadaan depresi kesadaran setelah terinduksi obat di mana pasien dapat berespon terhadap perintah verbal secara spontan atau setelah diikuti oleh rangsangan taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan napas paten dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga.
Sedasi dalam adalah suatu keadaan di mana selama terjadi depresi kesadaran setelah terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan berespon terhadap rangsangan berulang atau rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan fungsi ventilasi dapat terganggu dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk menjaga jalan napas paten. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga. 

Jumat, 18 Maret 2011

TB Paru

1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.
2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).
4. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.
5. Anatomi dan Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus.
Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka ‘letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4) Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.
Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
(1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2) menyaring bahan beracun dari sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas
5. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
6. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
6. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.
8. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
9. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
  1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
  2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
  3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
  4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
  5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :
1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
4. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif
4. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.
2. Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi
Tujuan:
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
j. Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan:
Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.
j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
k. Berikan antipiretik tepat.
Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional: Menurunkan kecemasan.
Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
5. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.
Referensi:
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: UI
No related posts.
Related posts brought to you by Yet Another Related Posts Plugin.

Injil Yudas (benarkah "The Lost Gospel")

Penemuan Kitab Injil Yudas

Beberapa waktu yang lalu muncul berita menghebohkan tentang penemuan Injil yang katanya ditulis oleh Yudas Iskariot. Tulisan itu mengagungkan Yudas sebagai sahabat yang paling karib dari Yesus, bukan sebagai pengkhianat seperti yang diberitakan oleh Injil Kanonik (Matius, Markus, Lukas, Yohanes). Barth Ehrman, dalam bukunya "Misquoting Jesus", menyatakan bahwa Injil ini merupakan penemuan historis terbesar di abad 20. Mengomentari penemuan tersebut, para penentang Injil ada yang langsung mengatakan bahwa Injil yang ditemukan ini adalah Injil yang asli, Injil yang sebenarnya harus dipercayai oleh orang Kristen. Namun benarkah hal itu? Apakah Injil Yudas adalah Injil asli yang lama hilang, yang kini telah ditemukan kembali? Sebetulnya kitab "Injil Yudas" (IY) ditemukan secara tidak sengaja oleh petani sederhana di Al-Minya, Mesir sekitar tahun 1970-an, setelah 1700 tahun berada di padang pasir, dalam bentuk manuskrip papirus yang dijilid dengan kulit. Papirus itu sudah terpecah-pecah dan beberapa bagiannya hilang dan rusak parah dimakan waktu. Kodeks (kumpulan tulisan yang dijilid) ini kemudian disebut sebagai kodeks Tchacos karena dimiliki oleh seorang pedagang antik yang tinggal di Swiss bernama Frieda Tchacos Nussberger, sebelum diserahkan ke museum Koptik di Kairo, Mesir. Kodeks Tchacos ini terdiri dari empat tulisan berbahasa Koptik, yaitu:
  1. Surat Petrus kepada Filipus, yang juga ditemukan di Nag Hamadi (kodeks VIII).
  2. Naskah Yakobus, versi lain dari Wahyu Pertama Yakobus dari kodeks V Nag Hamadi.
  3. Injil Yudas.
  4. Kitab Allogenes (si orang asing), julukan untuk Set, anak Adam dan Hawa.
Penemuan naskah berfaham gnostik ini melengkapi penemuan pada tahun 1945 di Nag Hamadi, di tepi sungai Nil Mesir. Saat itu kaum fellahin (petani) setempat menemukan 13 buah kodeks papirus yang dijilid dengan sampul kulit (perkamen), dalam bejana. Seluruhnya terdiri dari 52 traktat gnostik. Menurut Rodolphe Kasser, ahli sastra dan budaya Kopt yang memimpin tim restorasi naskah kodeks Tchacos, kodeks ini aslinya terdiri atas 66 halaman, tetapi ketika tiba di pasar tahun 1999, hanya 26 halaman yang tersisa, sebagian karena beberapa halaman telah diangkat dan dijual. Namun dari waktu ke waktu, halaman-halaman yang hilang ini berhasil diidentifikasikan dan dikumpulkan. Sebagian dari teksnya berhasil direkonstruksikan dan diterjemahkan atas biaya National Geographic ke dalam bahasa Inggris pada bulan April 2006, sedangkan terjemahannya dalam bahasa Indonesia diterbitkan Gramedia pada akhir Juni 2006. Setelah dilakukan penelitian yang seksama dengan teknik radiokarbon yang dilakukan oleh Timothy Jull dan tim, ahli penetapan tanggal dengan radiokarbon di pusat fisika Universitas Arizona USA, diketahui naskah berbahasa Koptik ini ditulis antara tahun 220-340 M. Ini berarti sekitar 200-300 tahun setelah tanggal kebangkitan Yesus menurut Alkitab. Tidak diketahui dengan pasti kapan manuskrip asli IY ditulis. Ada yang menyatakan bahwa naskah asli IY ditulis dalam bahasa Yunani sekitar tahun 140-160 M. Yang jelas, dari waktu penulisannya, hampir dapat dipastikan bahwa pengarang IY bukanlah Yudas Iskariot!

Isi dan ajaran dalam Injil Yudas

IY adalah kitab yang sarat dengan ajaran gnostik (Yun: gnosis = pengetahuan), yaitu ajaran mistik yang berkembang sekitar abad 2-3 M di sekitar Palestina, yang menyatakan bahwa mereka mengetahui rahasia ilahi yang tidak diketahui sembarang orang, yang bisa membawa keselamatan. Ajaran gnostik ini bertentangan dengan ajaran Kristen yang berlandaskan Alkitab.

Ajaran tentang Allah dan dunia

Menurut faham gnostik, Allah yang tertinggi itu bersifat rohani semata, yang tidak berhubungan sama sekali dengan alam materi. Dia kemudian melakukan pancaran ilahi (emanasi) yang dikenal sebagai aeon-aeon. Salah satu aeon, atau dewa yang lebih rendah inilah yang kemudian menciptakan dunia kebendaan. Tujuannya adalah untuk mewadahi "percikan api ilahi" dari 'alam atas' yang masuk ke dunia materi karena "kecelakaan kosmik". Unsur ilahi ini diletakkan dalam tubuh manusia untuk sementara waktu, hingga unsur ilahi itu bisa kembali ke alam atas. Ada beberapa orang (tidak semua) yang memiliki unsur ilahi di dalam diri mereka yang tidak dapat mati, yang untuk sementara waktu terpenjara di dalam dunia kebendaan. Jiwa ini perlu membebaskan diri untuk kembali ke alam ilahi yang merupakan asal-usul mereka. Manusia yang tidak memiliki percikan api ilahi seperti halnya binatang, akan mati dan lenyap. Menurut gnostik Kristen, dunia ini bukan diciptakan oleh Allah yang Mahatunggal dan Benar itu, tapi oleh demiurgos (dewa yang lebih rendah) yang inferior bahkan bodoh. Banyaknya bencana alam menunjukkan hal ini dan membuktikan dunia itu tidak baik. Sesembahan yang menciptakan dunia ini mereka samakan dengan Allah Perjanjian Lama (PL), yang sebetulnya tidak boleh dipuja, malah harus dihindari agar kita bisa membebaskan jiwa yang terkurung dalam tubuh dan kembali ke alam ilahi. Para sesembahan dunia ini mencakup El (Allah PL), lalu pembantunya, Nebro, yang juga disebut Yaldabaoth, yang ternoda darah dan namanya berarti "berontak" dan Saklas, yang berarti "bodoh" . Saklas, si tolol, dikatakan sebagai pencipta umat manusia menurut citranya. IY mencatat, "Kemudian Saklas berkata kepada para malaekatnya, 'Marilah kita menciptakan umat manusia seturut dengan kemiripan dan citra[nya]. Mereka membentuk Adam dan istrinya, Hawa ..."

Ajaran tentang pribadi Kristus

Penganut gnostik menganggap bahwa Yesus datang ke dunia dengan tubuh maya (semu), sehingga tidak bisa merasa sakit, dll. IY mengajarkan, Kristus itu bukan putra Allah PL, Ia juga bukan manusia dari darah dan daging, tetapi salah satu aeon (dewa) yang datang dari alam atas sana, dan hanya karena penampakannya saja maka kita mengenal dia dalam wujud manusia. Dia adalah pribadi "doketik" (Yun: dakeo = rupanya/tampaknya), roh yang menampakkan diri dengan mengenakan jasad manusiawi, untuk mengajar mereka yang memiliki percikan ilahi di dalam diri mereka mengenai kebenaran-kebenaran rahasia yang mereka perlukan bagi keselamatan mereka. Beberapa naskah gnostik menyebutkan Yesus dapat menampakkan diri sebagai orang yang sudah tua atau sebagai anak-anak secara bersamaan kepada orang yang berbeda. IY mencatat, "Seringkali di hadapan para muridnya dia tidak menampakkan diri sebagaimana wujudnya, melainkan hadir di antara mereka sebagai seorang anak." Dalam bagian awal IY yang berjudul "Yesus berbicara dengan Para Murid: Doa Syukur atau Ekaristi", dicatat: Ketika dia [mendekati] para muridnya, [34] yang berkumpul, duduk dan memanjatkan doa syukur atas roti, [dia] tertawa. Para murid berkata kepada [nya], "Guru, kenapa engkau menertawakan doa syukur [kami]? Kami melakukan sesuatu yang benar." ... Perihal Yesus yang menertawakan ketidaktahuan muridnya itu jelas adalah rekaan gnostik, aliran bidat yang mengaku memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dari yang dimiliki oleh jemaat Kristen umumnya. Untuk itu mereka menyusun Injil-injil sendiri. Yang sudah dikenal lebih dahulu antara lain Injil Filipus, Injil Maria Magdalena, Injil Tomas dan Wahyu Petrus. Dalam Wahyu Petrus, lebih seru lagi, diwartakan bahwa ketika dipaku di salib Yesus malah tertawa-tawa, karena tidak merasa sakit. Tertawa dalam pandangan gnostik adalah cara untuk menanggapi kebodohan orang yang tidak bergnosis. IY selanjutnya mencatat perkataan murid-murid Yesus, "Guru, engkau adalah [...] putra sesembahan kami." Yesus bersabda kepada mereka, "Bagaimana kalian mengenal aku? Sesungguhnya [aku] berkata kepadamu, tiada generasi manusia yang berada di antara kalian akan mengenal siapa sesungguhnya aku." Ucapan Yesus yang menyatakan bahwa dia bukan putra Allah yang disembah para murid, membuat mereka marah. IY mencatat, "Ketika para muridnya mendengar hal itu, mereka menjadi marah, berang, dan mulai menghujat dia di dalam hati mereka. Ketika Yesus melihat bahwa mereka tidak memahami maksudnya, dia [bersabda] kepada mereka, "Kenapa ucapan itu membuat kalian marah? Sesembahan kalian yang berada di dalam diri kalian dan {...} [35] telah membuat kalian marah [di dalam] hati kalian." Jadi para murid tidak mengetahui siapa Yesus itu sesungguhnya. Mereka menyembah sesembahan yang ternyata bukan Bapa dari Yesus, yaitu Allah yang Benar. Yudas, satu-satunya orang yang memahami kebenaran itu, menyatakan "Saya tahu siapa engkau sesungguhnya dan dari mana asalmu. Engkau berasal dari alam yang tak mengenal kematian, tempat kediaman Barbelo. Dan saya tak pantas mengucapkan nama Dia yang telah mengutusmu" (ay. 35). Barbelo adalah istilah yang tidak dikenal dalam injil kanonik, tapi merupakan tokoh penting dalam aliran gnostik. Barbelo adalah salah satu dari dewa yang ada di alam kesempurnaan Allah yang Benar. Dari sanalah Yesus berasal, bukan dari dunia yang diciptakan oleh dewa yang lebih rendah, tempat kita berada sekarang ini. Ada konsep tritunggal gnostik yaitu 'Bapa, Barbelo, Autogenes'. Bapa disebut sebagai Roh Agung, cahaya murni yang tidak dapat dilihat. Barbelo ditampilkan dalam peran Ibu Surgawi, sedangkan Autogenes (terjadi dengan sendirinya) bisa dianggap ilah indipenden tetapi merupakan generasi yang lebih rendah dari Barbelo, atau merupakan keturunan Barbelo, yang kemudian menampakkan diri dalam rupa Yesus.

Ajaran tentang keselamatan

IY menekankan pentingnya gnosis, atau pengetahuan mistik rahasia/gaib yang hanya diketahui orang-orang tertentu. Keselamatan itu tidak disebabkan karena perbuatan baik atau beriman kepada Kristus sang Penebus, melainkan dengan cara mengetahui kebenaran mengenai Allah yang Benar, mengenai dunia, dan mengenai siapa sebenarnya diri sejati kita: asal-usulnya, bagaimana kita sampai ada di dunia ini, dan bagaimana kita bisa kembali ke kediaman surgawi kita. Menurut paham gnostik, dunia kebendaan kita ini bukan merupakan rumah kita. Kita terperangkap dalam tubuh ragawi dan perlu membebaskan diri. Menurut gnostik Kristen, Kristus membawa pengetahuan rahasia itu. Dia adalah guru pembimbing yang mewahyukan kebenaran itu kepada manusia, sehingga manusia mengalami pencerahan melalui pengetahuan rahasia itu dan jiwa mereka terbebas dari belenggu tubuhnya. . Menurut IY, ajaran eksklusif ini hanya diberikan oleh Yesus kepada Yudas saja karena ia istimewa. IY mencatat: Karena tahu bahwa Yudas memantulkan dalam dirinya sesuatu yang mulia, Yesus berkata kepadanya, "Jauhilah yang lain, dan Aku akan memberitahukan kepadamu misteri-misteri kerajaan."

Ajaran tentang pribadi Yudas Iskariot

Kitab-kitab Injil Kanonik melihat Yudas Iskariot sebagai pengkhianat hina karena menyerahkan Yesus kepada pemerintahan Romawi yang kemudian menyalibkannya. Namun IY justru mempunyai pandangan positif tentang pribadi Yudas Iskariot. Menurut IY, Yudas adalah satu-satunya murid yang diberi pewahyuan rahasia tentang siapa sesungguhnya Yesus, karena dia satu-satunya dari keduabelas murid yang memiliki percikan api ilahi. Para murid Yesus lainnya justru tidak mengerti Injil yang benar. Dalam IY dicatat, "Kisah rahasia mengenai pewahyuan yang diucapkan oleh Yesus dalam pembicaraannya dengan Yudas Iskariot selama seminggu, tiga hari sebelum dia merayakan Paskah" Murid-murid lain menyembah Allah PL, bukan Allah yang Benar, dan karenanya mereka tiada lain adalah "para pelayan kesesatan". Mereka akan menolak Yudas, seperti yang Yudas lihat dalam penglihatannya bahwa murid-murid yang lain itu merajamnya dengan batu sampai mati. Namun Yudas akan diselamatkan, kendati dia akan banyak berduka karena penolakan itu. IY mencatat, "Yesus menjawab dan bersabda, "Kau akan menjadi yang ketigabelas, dan kau akan dikutuk oleh generasi-generasi lain – dan kau akan datang untuk menguasai mereka. Pada akhir zaman mereka akan mengutuk kenaikanmu [47] ke [generasi] yang kudus." Menurut kaum gnostik, pada akhirnya semua orang akan menanggalkan segala sesuatu yang fana untuk membebaskan jati diri rohani yang ada dalam diri mereka, dan jiwa mereka menjadi bebas. Dalam IY ada pengorbanan yang dituntut oleh Yesus dari muridnya yang paling memahami dirinya. Yesus meminta agar Yudas Iskariot membantu Dia untuk membebaskan diri dari tubuhnya yang fana, dengan jalan menyerahkan Yesus kepada penguasa dunia. Yesus berkata kepada Yudas, "Engkau akan lebih besar daripada mereka semua; karena engkau akan mengorbankan wujud manusia yang meragai diriku." (56). Yudas tidak bisa tidak melakukan apa yang diminta oleh Yesus, maka dia "mengkhianati" Yesus. Jadi Yudas sebetulnya adalah pahlawan yang disalahmengerti oleh yang lain. Dia menyerahkan Yesus justru sebagai wujud ketaatannya kepada perintah Yesus dan bukan sebagai pengkhianatan. Inilah "kabar gembira" yang diwartakan oleh Injil Yudas.

Sikap kita terhadap Injil Yudas

Irenaeus, uskup dari Lyon, yang adalah murid Polikarpus (Polikarpus adalah murid rasul Yohanes), sekitar tahun 180 M. telah menulis buku: Adversus Haereses (Melawan Kaum Bidat) yang menyatakan IY itu sesat karena tidak mengandung fakta sejarah dan mengandung ajaran gnostik.. Menurut Irenaeus, pengarang Injil Yudas adalah para pengagum Kain, saudara Habil. Paham mereka disebut Kainit, dan aliran ini oleh Irenaeus dituduh sebagai sekte yang menokohkan figur-figur yang terkenal jahat di dalam Alkitab, termasuk Kain, Esau, Korah, orang-orang Sodom, dan Yudas Iskariot. Mengapa mereka dianggap pahlawan? Karena mereka percaya bahwa Allah PL bukan Allah yang Benar yang harus disembah. Mereka menentang perintah Allah PL bahkan secara ekstrim secara etis. Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah PL justru mereka tentang, dan segala sesuatu yang dilarang justru mereka anjurkan. Bila Allah PL menganjurkan untuk memuliakan hari Sabat, tidak makan babi dan tidak melakukan perzinahan, mereka malah mengabaikan Sabat, makan daging babi dan melakukan perzinahan! Dengan pandangan yang terbalik ini tidak heran bila mereka menganggap orang yang dinyatakan sebagai musuh Yesus (dalam hal ini: Yudas Iskariot) sebagai sekutunya yang paling besar. Ajaran gnostik dalam IY ini jelas bertentangan dengan ajaran Alkitab, yang mengajarkan antara lain: dunia ini diciptakan oleh Allah yang benar dan mahabaik, Allah PL dan Allah PB adalah pribadi yang sama, keselamatan diperoleh karena beriman kepada penebusan Yesus Kristus, dan Yudas Iskariot adalah seorang pengkhianat. Pada masa kini tidak ada bukti historis lain yang cocok dan mendukung isi IY ini. IY juga tidak mengubah bukti-bukti yang didukung oleh teks-teks asli yang dikanonisasikan sebagai Alkitab Kristen, sehingga ajaran yang terkandung di dalam IY tidak dapat dipegang sebagai pokok kepercayaan Kristen yang benar. Sebetulnya IY bukanlah satu-satunya injil gnostik. Banyak injil gnostik lain yang telah ditemukan, dan siapa tahu kapan-kapan ditemukan lagi injil-injil gnostik yang lain. Sebab dalam rangka menarik orang untuk memercayai keyakinan gnostik, bidat ini telah menyusun banyak "injil" yang mencatut nama-nama rasul dan murid Yesus. Bagi kita, IY dan juga injil gnostik lainnya hanya kepercayaan hasil imajinasi manusia sehingga tidak perlu kita menganggapnya sebagai kebenaran. Rasul Paulus pernah memperingatkan umat Kristen dengan tegas demikian, "Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia (Galatia 1:6-8).
sumber: http://www.grahakarunia.com/cool/Gereja_Bethel_Indonesia