Senin, 28 Februari 2011

Konsep Dasar Tetanus

2.1.  Pengertian
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani
2.2. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui:
1.      Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
2.      Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
3.      OMP, caries gigi
4.      Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5.      Penjahitan luka robek yang tidak steril.
6.      Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
2.3. Etiologi
Sering kali tempat masuk kuman sukar dikteahui teteapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
2.4. Patofisiologi
Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
  • Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
  • Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
  • Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa  sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

2.5. Prognosa
Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat
2.6. Manifestasi Klinik
-    Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus)
-   Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
-    Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan gberat
-   Bila  periode”periode of  onset” pendek  penyakit  dengan  cepat     akan berkembang menjadi berat
Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :
1. ringan ; hamya trismus dan kejang lokal
2. sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.
2.7. Penatalaksanaan Medik
Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :
A. Eliminasi kuman
1. Debridement
Untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi.
2. Antibiotika
Penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari im, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.
B. Netralisasi toksin
Toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan.
Dapat diberikan ats 5000-100.000 ki
C. Perawatan suporatif
Perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :


1.  Nutrisi dan cairan
- pemberian cairan iv sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.
- beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral
- bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.
2. Menjaga agar nafas tetap efisien
- pemebrsihan jalan nafas dari lendir
- pemberian xat asam tambahan
- bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus  berat)
3. Mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang
- antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.
- pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.
4. Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg bb dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg bb dibagi 2 dosis pada hari berikutnya bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi, harus dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)
5. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
Semua pakaian ketat dibuka
Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin  kebutuhan oksigen


PATOFISIOLOGI

askep Epilepsi

A. konsep Teory

I.  Pengertian

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007). 
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf
otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)

II. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagianbesara belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
 
III. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat
pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-jutaneron. Pada hakekatnya tugas
neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik sarafyang berhubungan satu dengan yang
lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine
dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-
butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan
epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-
neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang
yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain
pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang
selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian
akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
 
 IV. Tanda dan Gejala
1.     Kejang umum
a.  Tonik gejala kontraksi otot, tungkai dan siku berlangsung kurang lebih 20 detik, dengan ditandai leher dan punggung melengkung, jeritan epilepsi selama kurang lebih 60 detik.
b. Klonik gejala spasmus fleksi berselang, relaksasi, hipertensi berlangsung kurang lebih 40 detik, dengan ditandai midriasis, takikardi, hiperhidrosis, hipersalivasi.
c.  Pasca serangan gejala aktivitas otot terhenti ditandai dengan penderita sadar kembali, nyeri otot dan sakit kepala, penderita tertidur 1 sampai 2 jam.
2 .  Jenis parsial
(1). Sederhana dengan tidak terdapat gangguan kesadaran
(2). Complex dengan gangguan kesadaran.

V. Jenis dan Klasifikasi
  1. Grand mal (tonik klonik) Ditandai dengan gangguan penglihatan dan pendengaran, hilang kesadaran, tonus otot meningkat fleksi maupun ekstensi, sentakan kejang klonik, lidah dapat tergigit, hipertensi, takikardi, berkeringat, dilatasi pupil, dan hipersalivasi, kemudian setelah serangan pasien dapat tertidur 1-2 jam, penderita lupa, mengantuk,dan bingung. 
  2. Petit Mall Kehilangan kesadaran sesaat, penderita dapat melamun, apa yang akan dikerjakan klien akan terhenti, penderita lemah namun tidak sampai terjatuh
  3. .Infatile spasme Terjadi pada usia 3 bulan sampai 2 tahun, kejang fleksor pada ekstermitas dan kepala, kejang terjadi hanya beberapa detik dan berulang, sebagian besar penderita terjadi retardasi mental. 
  4. Focal Terbagi atas tiga jenis : 
  •  Focal motor yaitu Lesi pada lobus frontal. 
  • Focal sensorik yaitu lesi pada lobus parietal. 
  • Focal psikomotor yaitu disfungsi lobus temporal
VI. Pemeriksa penunjang
  1. Pemeriksaan laboratorium  seperti pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi. 
  2. Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform discharge atau (epileptiform activity), misalnya spike sharp wave, spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal). 
  3. Pemeriksa Radiologi. Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya. Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran otak. Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma dan hematoma.
B. Asuhan keperawatan
Sumber teoritis yang ada pada klien epilepsi, didapatkan pengkajian berdasarkan dari sumber (Doenges, 2000).

1. Pengkajian
        a.  Aktivitas dan istirahat
       Gejala yaitu keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas yang ditimbulkan oleh diri sendiri atau orang lain.
Tanda yaitu perubahan tonus, kekuatan otot, gerakan involunter,  kontraksi otot atau sekumpulan otot.
             b. Sirkulasi.
       Gejala yaitu iktal : hipertensi (tekanan darah tinggi), peningkatan nadi, sianosis, tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
c. Integritas ego.
              Gejala yaitu stressor eksternal atau internal yang berhubungan keadaan dan atau penanganan peka rangsang, perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya, perubahan dalam berhubungan.Ditandai dengan pelebaran rentang respon emosional.
d. Eliminasi.
              Gejala yaitu inkontinesia, ditandai dengan iktal : peningkatan tekanan kandung kemih, dan tonus sfingter, postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia baik urine maupun fekal.
e. Makanan dan cairan.
             Gejalanya yaitu sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang. Ditandai dengan kerusakan jaringan lunak dan gigi (cedera selama kejang).
f. Neurosensori
              Gejalanya yaitu riwayat sakit kepala, kejang berulang, pingsan, pusing dan memliki riwayat trauma kepala, anoksia, infeksi cerebral, adanya aura (rangsangan audiovisiual,auditorius, area halusinogenik). Ditandai dengan kelemahan otot, paralisis, kejang umum, kejang parsial (kompleks), kejang parsial (sederhana).
g. Nyeri dan kenyamanan
              Gejalanya yaitu sakit kepala, nyeri otot, nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal. Ditandai dengan sikap atau tingkah laku yang hati-hati, distraksi, perubahan tonus otot.
h. Pernafasan.
              Gejalanya yaitu fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan cepat dan dangkal, peningkatan sekresi mucus, fase postiktal apnea.
i. Keamanan
              Gejalanya yaitu riwayat terjatuh, fraktur, adanya alergi. Ditandai dengan trauma pada jaringan lunak, ekimosis, penurunan kesadaran, kekuatan tonus otot secara menyeluruh.
j. Interaksi sosial
              Gejalanya yaitu terdapat masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosialnya melakukan pembatasan, penghindaran terhadap kontak sosial.
k. Penyuluhan dan pembelajaran.
              Gejalanya yaitu adanya riwayat epilepsi pada keluarga, penggunaan obat maupun ketergantungan obat termasuk alkohol.

2. Diagnosis keperawatan
           Diagnosa yang didapat berdasarkan sumber dari
           (Doenges, 2000)
  a. Resiko tinggi terhadap trauma dan henti nafas berhubungan  dengan perubahan kesadaran, kelemahan, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil.
  b. Gangguan harga diri,identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol, ditandai ketakutan, dan kurang kooperatif tindakan medis.
   c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi informasi, kurang mengingat.

3. Perencanaan keperawatan
           Perencanaan yang didapatkan berdasarkan sumber dari (Doenges, 2000)
          a. Resiko tinggi terhadap trauma dan henti nafas berhubungan  dengan perubahan kesadaran, kelemahan, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil.
 1).  kaji pencetus munculnya kejang pada pasien
            Tujuannya yaitu serangan kejang terkontrol
            Rasionalnya yaitu alkohol, berbagai obat, dan stimulasi lain    (kurang tidur, lampu yang terang, menonton televisi terlalu lama), dapat meningkatkan aktivitas otak yang selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya kejang.
  2). Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur    yang terpasang dengan posisi tempat tidur rendah.
            Rasionalnya yaitu  mengurangi trauma saat kejang.
       3). Awasi aktivitas klien setelah kejang terjadi
               Rasionalnya yaitu meningkatkan keamanan pasien
         4). Catat tipe dari aktivitas kejang pasien seperti lokasi, durasi,     motorik, penurunan kesadaran, inkontinensia.
            Rasionalnya yaitu membantu untuk melokalisasi daerah otak yang terkena.
b . Bersihan jalan nafas dan pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan nuromuskuler obstruksi trakeobronkial.
1)        Anjurkan klien melepas penggunaan benda-benda dari dalm mulut, contoh gigi palu dan lainnya.
Rasionalnya yaitu menurunkan resiko aspirasi atau masuknya  benda asing ke faring.
2).  Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang terjadi.
       Rasionalnya yaitu meningkatkan aliran drainase secret, mencegah lidah jatuh, dan menyumbat jalan nafas.
3).  Lepaskan pakaian pada bagian leher, dada dan abdomen klien.
       Rasionalnya yaitu untuk membantu usaha bernafas klien.
4).  Masukkan spatel lidah kedalam mulut klien
       Rasionalnya yaitu untuk mencegah tergigitnya lidah dan membantu melakukan peghisapan lender, dan membantu membuka jalan nafas.
5) . Lakukan suction sesuai indikasi
       Rasionalnya yaitu menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia.
6).   Kolaborasi dalam pemberian tambahan oksigen
       Rasionalnya yaitu dapat menurunkan hipoksia serebral, akibat dari menurunnya oksigen akibat spasme vaskuler selama kejang.
c.   Gangguan harga diri,identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol, ditandai ketakutan, dan kurang kooperatif tindakan medis.
1).  Kaji perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang dilakukan terhadap pasien.
       Rasionalnya yaitu reaksi yang ada diantara individu dan pegetahuan merupaka awal dari penerimaan klien terhadap tindakan medis.
2).  Identifikasi dan antisipasi kemungkinan reaksi orang lain pada keadaan penyakitnya.
       Rasionalnya yaitu memberikan kesempatan untuk berespon pada proses pemecahan masalah dan memberikan kontrol terhadap situasi.
3). Kaji respon pasien terhadap keberhasilan yang diperoleh, atau yang akan dicapainya dari kekuatan yang dimilikinya.
       Rasionalnya yaitu memfokuskan pada aspek positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau kesadaran terhadap diri sendiri dan pasien menerima penanganan terhadapnya.
4).  Diskusikan rujukan kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat.
       Rasionalnya yaitu kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan pasien, orang terdekat, akibat mungkin munculnya stigma dari masyarakat.
d.   Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi informasi, kurang mengingat.
1).  Kaji tingkat pengetahuan pasien terhadap jenis penyakitnya
Rasionalnya yaitu mengetahui sebatas kemampuan klien dalam memahami jenis penyakitnya agar lebih kooperatif akan pemahaman klien pentingnya pencegahan,pengobatan dan sebagainya.
2).  Jelaskan kembali mengenai patofisiologi atau prognosis penyakit, pengobatan, serta penenganan dalam jangka waktu panjang sesuai prosedur.
       Rasionalnya yaitu memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit yang diderita.
3).  Tinjau kembali obat-obatan, dosis, petunjuk, serta penghentian penggunaan obat-obatan sesuai instruksi dokter.
       Rasionalnya yaitu akan menambah pemahaman klien terhadap kondisi kesehatan yang diderita.
4). Diskusikan manfaat dari keehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat yang cukup, serta latihan olah raga yang sedang dan teratur, serta hindari makanan adan minuman yang mengandung zat yang berbahaya.

4. Pelaksanaan keperawatan
       Merupakan komponen dari proses keperawatan (Potter & Perry, 2005) adalah kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang di perlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang di perkirakan dari asuhan keperawatan di lakukan dan di selesaikan. Sudut pandang teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. Sebagai contoh, implementasi segera diperlukan ketika perawat mengidentifikasi kebutuhan klien yang mendesak, dalam situasi seperti henti jantung, kematian mendadak dari orang yang dicintai, atau kehilangan rumah akibat kebakaran.

5. Evaluasi
       Evaluasi merupakan proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2005). Evaluasi terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnose keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien dan membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan.

6. Dokumentasi keperawatan
            Merupakan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan, salah satu contoh meliputi catatan hasil pengkajian, perencanaan, serta hasil implementasi dari terapi keperawatan, medis, mandiri, yang telah dilakukan terhadap klien, merupakan suatu bukti bagi individu yang berwenang, baik itu dari sudut pandang tanggung jawab perawatan pasien dan dari sudut pandang hukum (Potter & Perry, 2005).

Sabtu, 26 Februari 2011

askep encephalitis

A. Pengertian
ncephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak. 

B. Etiologi
1.virus arbo (arthropod-borne) yang mencakup virus equine dan west niie
2.enterovirus yang mencakup ECHO, COMCACHIE A dan B serta poliovirus.
3.Paramyxovirus (mumps)
4.Herpes virus
5.virus rabies
(Kapita selekta kedokteran jilid 2, 2000).
 
C. Patofisiologi
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
  • a. Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
  • b. Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah. Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
  • Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.
 

D. Tanda dan Gejala
  1.  Demam.
  2.  Sakit kepala dan biasanya pada bayi disertai jeritan.
  3. Pusing.
  4. Muntah.
  5. Nyeri tenggorokan.
  6. Malaise.
  7. Nyeri ekstrimitas.
  8. Pucat.
  9.  Halusinasi.
  10. Kaku kuduk.
  11.  Kejang. 
  12. Gelisah. 
  13. Iritable.
  14.  Gangguan kesadaran.
 E. Pemeriksaan Diagnostik.

     1.  Pemeriksaan cairan serebrospinal.

         Warna   dan   jernih   terdapat   pleocytosis   berkisar   antara   50-200   sel   dengan   dominasi   sel

         limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam batas normal.

     2.  Pemeriksaan EEG.

         Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “bilateral” dengan aktivitas rendah.

     3.  Pemeriksaan virus.

         Ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibody yang spesifik terhadap virus

         penyebab.
 
 
 TINJAUAN KEPERAWATAN 
Proses keperawatan merupakan metode yang diterapkan untuk membantu perawat dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam memecahkan masalah keperawatan secara ilmiah. Sasaran yang ingin dicapai yaitu memperbaiki dan memelihara kesehatan yang dihadapi klien sehingga akan mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Budi Anna Kelliat, 1994).
Pengkajian :
1. Biodata
Merupakan identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk rumah sakit, keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran, demam dan kejang.
3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala tersebut berupa gelisah, iritable, scraening attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal beurpa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisis saraf otak.
4. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenetal, natal dan post natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena memperngaruhi sistem kekebalan terhaap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit, contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir.
Contoh : BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit yang lalu
Kontak atau hubungan dengan kasus meningitis akan meningkatkan kemungkinan terjadinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G. Chusid, 1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang diderita. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno Marram, 19983).
7. Riwayat sosial
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga status mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien atau keluarga agar dapat memprioritaskan masalah keperawatannya (Ignataviius dan Bayne, 1991).
8. Kebutuhan dasar (aktivitas sehari-hari)
Pada penderita ensepatilitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari antara lain : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena mual muntah, hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat pada penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidka sadar dan cenderung tergantung pada orang lain, perilaku bermain perlu diketahui jika ada perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi fisik.
9. Pemeriksaan fisik
Pada klien ensepalitis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada pemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi :
a. Keadaan umum
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami peruibahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metablisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat proses peradangan otak.
b. Gangguan sistem pernafasan
Perubahanperubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabkan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri Susilaningsih, 1994).
c. Gangguan sistem kardiovaskuler
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pad adaerah tersebut. Hal ini akan merangsang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmiter rangsang parasimpatis ke jantung.

d. Gangguan sistem gastrointestinal
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilaningsih, 1994).
10. Pertumbuhan dan perkembangan
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis atau mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi sosial anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan “tahun emas” untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi untuk mencapai tugas-tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format DDST.

DIAGNOSA DAB ASUHAN KEPERAWATAN
1. DX I : Potensi terjadi peningkatan tekanan intrakranial sehubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah otak akibat proses peradangan jaringan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan intrakranial tidak terjadi, yang ditandai dengan: Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti peningkatan tekanan darah, denyut nadi lembat, pernafasan dalam dan lambat, hiperthermia, pupil melebar, anisokor, refleks terhadap cahaya negatif, tingkat kesadaran menurun.
Intervensi:
  • a. Kaji ulang status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, terutama GCS.
  •  Monitor TTV: tekanan darah, denyut nadi, respirasi, suhu minimal satu jam sampai keadaan klien stabil.
  • Naikkan kepala dengan sudut 15-45 derajat (tidak diperekstensi dan fleksi) dan posisi netral (dari kepala hingga daerah lumbal dalam garis lurus).
  • Monitor intake dan output cairan tiap 8 jam sekali.
  • Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti edema seperti manitol, gliserol dan lasix.
  • Berikan oksigen sesuai program dengan saluran pernafasan yang lancar.

Rasional:
  • a. Peningkatan TIK dapat diketahui secara dini untuk menentukan tindakan selanjutnya.
  •  Peningkatan TIK dapat diketahui secara dini untuk menentukan tindakan selanjutnya.
  • Dengan posisi tersebut maka akan meningkatkan dan melancarkan aliran balik vena darah sehingga mengurangi kongesti serebrum, edema dan mencegah terjadi peningkatan TIK. Posisi netral tanpa hiper ekstensi dan fleksi dapat mencegah penekanan pada saraf spinalis yang menambah peningkatan TIK.
  • Tindakan ini mencegah kelebihan cairan yang dapat menambah edema serebri.
  • Obat-obatan tersebut dapat menarik cairan untuk mengurangi edema otak.
  • Mengurangi hipoksemia dapat meningkatkan vasodilatasi serebri, volume darah dan TIK.
2. DX. II : Tidak efektifnya jalan nafas sehubungan dengan penumpukan sekret pada jalan nafas.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan jalan nafas bisa efektif, oksigenasi adekuat yang ditandai dengan: Frekuensi pernafasan 20-24 x/menit, irama teratur, bunyi nafas normal, tidak ada stridor, ronchi, sheezing, tidak ada pernafasan cuping hidung pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi.
Intervensi:
  • a. Kaji ulang kecepatan kedalaman, frekuensi, irama dan bunyi nafas.
  • Atur posisi klien dengan posisi semi fowler.
  • Lakukan fisioterapi dada.
  • Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati selama 10-15 detik. Catat sifat, warna dan bau sekret.
  • Observasi TTV terutama frekuensi pernapasan.
  • Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi oksigen, monitor ketepatan terapi dan komplikasi yang mungkin timbul.
Rasional:
  • a. Perubahan yang terjadi berguna dalam menunjukkan adanya komplikasi pulmonal dan luasnya bagian otak yang terkena.
  • Dengan posisi tersebut maka akan mengurangi isi perut terhadap diafragma, sehingga ekspansi paru tidak terganggu.
  • Dengan fisioterapi dada diharapkan sekret dapat dirontokan ke jalan nafas besar dan bisa dikeluarkan.
  • Dengan dilakukannya penghisapan sekret maka jalan nafas akan bersih dan akumulasi sekret bisa dicegah sehingga pernafasan bisa lancar dan efektif.
  • TTV merupakan gambaran perkembangan klien sebagai pertimbangan dilakukannya tindakan berikutnya.
  • Pemberian oksigen dapat meningkatkan oksigenasi otak. Ketepatan terapi dibutuhkan untuk mencegah terjadinya keracunan oksigen serta iritasi saluran nafas.